Saturday, 20 April 2013



DESAIN PENELITIAN CROSSECTIONAL DAN CASE CONTROL
A.       Ruang Lingkup Penelitian Cross Sectional

            Studi cross sectional adalah suatu penelitian yang menggunakan rancangan atau desain observasi dengan ciri-ciri sebagai berikut :
1.      Semua pengukuran variabel (dependen dan indpenden) yang diteliti dilakukan pada waktu yang sama
2.      Tidak ada periode follow-up
3.      Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan prevalensi penyakit tertentu
4.      Pada penelitian ini tidak terdapat kelompok pembanding
5.      Hubungan sebab- akibat hanya merupakan perkiraan saja
6.      Penelitian ini dapat menghasilkan hipotesis
7.      Merupakan penelitian pendahuluan dari penelitian analitis

Cross sectional dapat dilakukan dimana saja sesuai dengan tujuan penelitian dan subjeknya baik komunitas, institusi, klinik, dll.  Cross sectional berguna untuk mendeskripsikan penyakit dan paparan pada populasi pada satu titik waktu  tertentu. Data yang dihasilkan dari studi potong-lintang adalah data prevalensi.  Tetapi  studi  potong-lintang  dapat  juga  digunakan  untuk  meneliti hubungan  paparan-penyakit, meskipun  bukti  yang  dihasilkan  tidak  kuat  untuk menarik  kesimpulan  kausal  antara  paparan  dan  penyakit,  karena  tidak  dengan desain studi ini tidak dapat dipastikan bahwa paparan mendahului penyakit. 
Studi potong  lintang (cross  sectional)  bersifat  non-directional  sebab  hubungan  antara  paparan  dan penyakit  pada  populasi  diteliti  pada  satu waktu  yang  sama.  Cara  studi  potong lintang  meneliti  hubungan  antara  paparan  dan  penyakit: 
1.      Membandingkan prevalensi penyakit pada berbagai subpopulasi yang berbeda status paparannya;
2.      Membandingkan  status  paparan  pada  berbagai  subpopulasi  yang  berbeda status penyakitnya.
Frekuensi penyakit dan paparan pada populasi diukur pada saat  yang  sama, maka  data  yang  diperoleh   merupakan  prevalensi  (kasus  baru dan  lama),  bukan  insidensi  (kasus  baru  saja),  sehingga  studi  potong  lintang disebut juga studi prevalensi, atau survei. Pada studi potong lintang, karena bersifat “non-directional”, peneliti tidak bisa  menghitung  insidensi  (kasus  baru),  yang  menunjukkan  risiko  terjadinya penyakit  dalam  suatu  periode  waktu.  Jadi  pada  studi  potong  lintang,  peneliti tidak  bisa menghitung  risiko  dan  risiko  relatif  (RR). Data  yang  diperoleh  studi potong  lintang  adalah  prevalensi,  terdiri  atas  kasus  baru  dan  lama.  Prevalensi adalah jumlah kasus yang ada di suatu saat dibagi dengan jumlah populasi studi. Jika  prevalensi  penyakit  pada  kelompok  terpapar  dibagi  dengan  prevalensi penyakit  pada  kelompok  tak  terpapar, maka  diperoleh  Prevalence  Ratio  (PR). Demikian  pula  jika  odd  penyakit  pada  kelompok  terpapar  dibagi  dengan  odd penyakit pada kelompok tak terpapar, diperoleh Prevalence Odds Ratio (POR).

1.      Tujuan Studi Cross Sectional
Secara garis besar, tujuan penelitian cross sectional adalah sebagai berikut
a.       Penelitian cross sectional digunakan untuk mengetahui masalah kesehatan masyarakat di suatu wilayah, misalnya suatu sampling survey kesehatan untuk memperoleh data dasar untuk menetukan strategi pelayanan kesehatan atau digunakan untuk membandingkan keadaan kesehatan masyarakat disuatu saat
b.      Penelitian dengan pendekatan cross sectional digunakan untuk mengetahuiprevalensi penyakit tertentu  di suatu daerah tetapi dalam hal- hal tertentu prevalensi penyakit yang ditemukan dapat digunakan untuk mengadakan estimasi insidensi penyakit tersebut. misalnya penyakit yang menimbulkan bekas sepertivariola karena dari bekas yang ditinggalkan dapat diperkirakan insidensi penyakittersebut dimasa lalu tetapi akan sulit memperkirakan insidensi berdasarkan bekas yang ditinggalkan bila bekas tersebut tidak permanen.
c.       Penelitian cross sectional dapat digunakan untuk memperkirakan adanya hubungan sebab akibat bila penyakit itu mengalami perubahan yang jelas dan tetap, misalnyapenelitian hubungan antara golongan darah dengan karsinoma endometrium
            Bila perubahan yang terjadi tidak jelas dan tidak tetap seperti penyakit yang menimbulkan  perubahan biokimia atau perubahan fisiologi dilakukan penelitian cross sectional karena pada penelitian ini sebab dan akibat ditentukan pada waktu yang sama dan antara sebab akibat dapat saling mempengaruhi misalnya hubungan antara hipertensi dengan tingginya kadar kolesterol darah.
d.      Penelitian cross sectional dimaksudkan untuk memperoleh hipotesis spesifik yang akan diuji melalui penelitian analitis, misalnya dalam suatu penelitian cross sectional di suatu daerah ditemukan bahwa sebagian besar penderita diare menggunakan air kolam sebagai sumber air minum. Dari hasil ini belum dapat dikatakan bahwa air kolam tersebut factor resiko timbulnya diare, tetapi penemuan tersebut hanya merupakan suatu perkiraan atau hipotesis yang harus diuji melalui penelitian analitis.

2.      Langkah-langkah Studi Cross Sectional
Untuk melakukan penelitian dengan pendekatan cross sectional dibutuhkan langkah-langkah sebagai berikut.
a.       Identifikasi dan perumusan masalah
Masalah yang akan diteliti harus diidentifikasi dan dirumuskan dengan jelas agar dapat ditentukan tujuan penelitian dengan jelas
Identifikasi masalah dapat dilakukan dengan mengadakan penelaahan terhadap insidensi dan prevalensi berdasarkan catatan yang lalu untuk mengetahui secara jelas bahwa  masalah yang sedang dihadapi merupakan masalah yang penting untuk diatasi melalui suatu penelitian. Dari masalah tersebut dapat diketahui lokasi masalah tersebut berada.
b.      Menetukan tujuan penelitian
Tujuan penelitian harus dinyatakan dengan jelas agar orang dapat mengetahui apa yang akan dicari, dimana akan dicari, sasaran, berapa banyak dan kapan dilakukan serta siapa yang melaksanakannya.
Sebelum tujuan dapat dinyatakan dengan jelas, hendanya tidak melakukan tindakan lebih lanjut. Tujuan penelitian merupakan hal yang sangat penting dalam suatu penelitian karena dari tujuan ini dapat ditentukan metode yang akan digunakan.
c.       Menentukan lokasi dan populasi studi
Dari tujuan penelitian dapat diketahui lokasi penelitian dan ditentukan pula populasi studinya. Biiasanya, penelitian cross sectional tdak dilakukan terhadap semua subjek studi, tetapi dilakukan kepada sebagian populasi dan hasilnya dapat diekstrapolasi pada populasi studi tersebut.
Populasi studi dapat berupa populasi umum dan dapat berupa kelompok populasi tertentu tergantung dari apa yang diteliti dan di mana penelitian dilakukan
Agar tidak terjadi kesalahan dalam pengumpulan data, sasaran yang dituju yang disebut subjek studi harus diberi criteria yang jelas, misalnya jenis kelamin, umur, domisili, dan penyakit yang diderita. Hal ini penting untuk mengadakan ekstrapolasi hasil penelitian yaitu kepada siapa hasil penelitian ini dilakukan
d.      Menentukan  cara dan besar sampel
Pada penelitian cross sectional diperlukan perkiraan besarnya sampel dan cara pengambilan sampel. Perkiraan besarnya sampel dapat dihitung dengan rumus Snedecor dan Cochran berikut.
1)      Untuk data deskrit
n=  besar sampel
p=  proporsi yang diinginkan
q=  1-p
Z=  simpangan dari rata- rata distribusi normal standard
L= besarnya selisih antara hasil sampel dengan populasi yang masihh dapat diterima

2)      Untuk data kontinyu
            S2= varian sampel
Cara pengambilan sampel sebaiknya dilakukan acak dan disesuaikan dengan kondisi populasi studi, besarnya sampel, dan tersediannya sampling frame yaitu daftar subjek studi pada populasi studi.

e.       Memberikan definisi operasional
f.        Menentukan variable yang akan diukur
g.       Menyusun  instrument pengumpulan data
Instrument yang akan digunakan dalam penelitian harus disusun dan dilakukan uji coba. Instrument ini dimaksudkan agar tidak terdapat variable yang terlewatt karena dalam instrument  tersebut berisi semua variable yang hendak diteliti
Instrument dapat berupa daftar pertanyaan atau pemeriksaan fisik atau laboratorium atau radiologi dan lain- lain disesuaikan dengan tujuan penelitian
h.       Rancangan analisis
Analisis data yang diperoleh harus sudah dirrencanakan sebelum penelitian dilaksanakan agar diketahui perhitungan yang akan digunakan. Rancangan analisis harus disesuaikan dengan tujuan penelitian agar hasil penelitian dapat digunakan untuk menjawab tujuan tersebut.

3.       Keuntungan dan Kekurangan Cross Sectional
Penelitian yang dilakukan dengan pendekatan cross sectional mempunyai beberapa keuntungan dan kerugian sebagai berikut.
Keuntungan dari cross sectional yaitu :
  1. Mudah untuk dilaksanakan
  2. Hasil segera diperoleh
  3. Dapat menjelaskan hubungan antara fenomena kesehatan yang diteliti dengan faktor-faktor terkait (terutama karakteristik yang menetap)
  4. merupakan studi awal dari suatu rancangan studi kasus-kontrol maupun kohort
  5. Dalam penelitian epidemiologi, pendekatan cross sectional merupakan cara yang cepat dan murah untuk mendeteksi adanya kejadian luar biasa
  6. Penelitian cross sectional dapat menghasilkan hipotesis spesifik untuk penelitian analitis (baseline information).
  7. Pendekatan cross sectional dapat digunakan untuk mengetahui prevalensi penyakit tertentu dan masalah kesehatan yang terdapat dimasyarakat dan dengan demikian dapat digunakan untuk menyusun perencanaan pelayanan kesehatan
  8. Memudahkan pengumpulan data dalam waktu relative singkat

Disamping beberapa keuntungan yang telah  disebutkan di atas, penelitian dengan pendekatan cross sectional tidak luput dari beberapa kerugian berikut
  1. Hanya kasus prevalens atau yang tidak terkena dampak tertentu yang diteliti
  2. Membutuhkan skema sampling yang terencana baik sehingga dapat memberikan kesempatan yang sama kepada setiap orang untuk terpilih
  3. Penelitian cross sectional tidak dapat digunakan untuk memantau perubahan yang terjadi dengan berjalannya waktu
Untuk mengatasi kelemahan ini dapat dilakukan dengan mengadakan penelitian cross sectional berulang- ulang agar dapat diketahui perubahan yang terjadi, misalnya perubahan prevalensi penyakit TBC di suatu daerah, tetapi  cara ini juga mempunyai kelemahan yaitu pada penelitian berikutnya telah terjadi perubahan  dalam distribusi golongan umur dan orang- orang dengan golongan umur tertentu yang bukan berasal dari kohort yang sama karena kemungkinan terjadi migrasi ke  dalam atau ke luar.
Contoh lain adalah survey untuk memperoleh gambaran kesehatan masyarakat disekitar bendungan yang dilakukan sebelum dan setelah dibangunnya bendungan PLTA Cirata, Jawa Barat (Eko Budiarto, dkk., 1982). Penelitian ini menggunakan rancangan pre- intervensi dan post intervensi tanpa kelompok kontrol
d.      Informasi yang diperoleh tidak mendalam sehingga sering kali masalah kesehatan yang dicari tidak diperoleh.
  1. Sulit untuk perhitungan besarnya resiko secara akuran dan sulit menentukan  besarnya insidensi penyakit
  2. Lebih membutuhkan subjek yang lebih besar  terutama bila variable yang diteliti cukup banyak
  3. Tidak dapat digunakan untuk penelitian terhadap penyakit yang jarang dalam masyarakat

B.        Ruang Lingkup Penelitian Retrospektif (Kasus Kontrol)
Penelitian retrospektif sering disebut juga penilitian kasus control, ekspos  factor dan untuk memudahkan agar tidak terjadi kesalahan maka disarankan untuk menggunakan istilah trohok atau trohoc (Alvan Feinstein) yaitu cohort yang dibaca dari belkang sesui dengan proses perjalanna penyakit yang diikuti, sedangkan pada penelitian kohort proses diikuti kedepan artinya dari factor resiko mencari insidensi, sedangkan penelitian retrospektif mengikuti proses ke belakang dari penderita pada keadaan awal untuk mencari factor resiko.
Studi case control adalah rancangan penelitian epidemiologi yang mempelajari hubungan antara paparan (faktor penelitian) dan penyakit, dengan cara membandingkan kelompok kasus dan kelompok kontrol berdasarkan status paparannya. Ciri-ciri studi case control adalah pemilihan subyek berdasarkan status penyakit, untuk kemudian dilakukan pengamatan apakah subyek mempunyai riwayat terpapar faktor penelitian atau tidak. Karakteristik case control antara lain :
  1. Merupakan penelitian observasional yang bersifat retrospektif
  2. Penelitian diawali dengan kelompok kasus dan kelompok kontrol
  3. Kelompok kontrol digunakan untuk memperkuat ada tidaknya hubungan sebab-akibat
  4. Terdapat hipotesis spesifik yang akan diuji secara statistik
  5. Kelompok kontrol mempunyai risiko terpajan yang sama dengan kelompok kasus
  6. Pada penelitian kasus-kontrol, yang dibandingkan ialah pengalaman terpajan oleh faktor risiko antara kelompok kasus dengan kelompok kontrol
  7. Penghitungan besarnya risiko relatif hanya melalui perkiraan melalui perhitungan odds ratio
            Studi case control bersifat retrospektif, yang maksudnya adalah  jika  peneliti  menentukan  status  penyakit  dulu,  lalu  mengusut  riwayat  paparan  ke belakang. Arah pengusutan seperti  itu bisa dikatakan “anti-logis”, sebab peneliti mengamati  akibatnya  dulu  lalu meneliti  penyebabnya,  sementara  yang  terjadi sesungguhnya  penyebab  selalu  mendahului  akibat.
Pada  studi  kasus  kontrol,  peneliti  menggunakan kasus-kasus  yang  sudah  ada  dan memilih  kontrol  (non-kasus)  yang  sebanding. Lalu peneliti mencari  informasi  status  (riwayat) paparan masing-masing  subjek kasus dan kontrol. Jadi pada studi kasus kontrol peneliti  tidak bisa menghitung risiko  dan  risiko  relatif  (RR).  Sebagai  ganti  risiko,  pada  studi  kasus  kontrol peneliti menggunakan odd. What  is odd? Odd adalah probabilitas dua peristiwa yang berkebalikan, misalnya sakit verus sehat, mati versus hidup, terpapar versus tak  terpapar.  Pada  studi  kasus  kontrol,  odd  pada  kasus  adalah  rasio  antara jumlah kasus yang terpapar dibagi tidak terpapar. Odd pada kontrol adalah rasio antara jumlah kontrol terpapar dibagi tidak terpapar. Jika odd pada kasus dibagi dengan odd pada kontrol, diperoleh Odds  ratio  (OR). OR digunakan pada  studi kasus kontrol sebagai pengganti RR.
Jadi penelitian retrospektif dapat diartikan sebagai suatu penelitian dengan pendekatan longitudinal yang bersifat observasional mengikuti perjalanan penyakit ke arah belakang (retrospektif) untuk menguji hipotesis spesifik tentang adanya hubungan pemaparan  terhadap factor resiko dimasa lalu dengan timbulnya penyakit. Dengan kata lain,  mengikuti perjalanan penyakit dari akibat ke sebab  dengan membandingkan besarnya pemaparan factor resiko di masa lalu antara kelompok kasus dengan kelompok control sebagai pembanding. Hal ini menunjukkan bahwa pada awalnya penelitian terdiri dari kelompok penderita (kasus) dan kelompok bukan penderita yang akan diteliti sebagai control.

Uraian diatas secata skematis dapat digambarkan sebagai berikut:

YANG LALU                                                              SAAT INI

Mencari pemaparan factor resiko          retrospektif                   kelompok kasus dan control

SEBAB                                                                                    AKIBAT

Kelompok kasus atau kelompok penderita ialah kelompok individu yang menderita penyakit yang akan diteliti dan ikut dalam proses penelitian sebagai subjek studi. Hal ini penting dijelaskan karena tidak semua orang yang memenuhi criteria penyakit yang akan diteliti bersedia mengikuti penelitian dan tidak semua penderita memenuhi criteria yang telah ditentukan.
Kelompok control ialah kelompok individu yang sehat atau tidak menderita penyakit yang akan diteliti tetapi memiliki peluang yang sama dengan kelompok kasus untuk terpajan oleh factor rresiko yang diduga sebagai penyebab timbulnya penyakit dan bersedia menjadi subjek studi

1.       Ciri- Ciri Penelitian Kasus Kontrol/Retrospektif
Penelitian retrospektif memiliki ciri- ciri sebagai berikut:
a.       Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat observasional
b.      Diawali dengan kelompok penderita dan bukan penderita
c.       Terdapat kelompok control
d.      Kelompok control harus memliki resiko terpajan oleh factor resiko yang sama dengan kelompok kasus
e.       Membandingkan besarnya pengalaman terpajan oleh factor resiko antara kelompok kasus dan kelompok control
f.        Tidak mengukur insidensi

2.       Keuntungan Dan Kerugian Penelitian Kasus Kontrol
Penelitian case control memiliki beberapa keuntungan sebagai berikut:
a.         Sangat sesuai untuk penelitian penyakit yang jarang tterjadi atau penyakit dengan fase laten yang panjang atau penyakit yang sebelumnya tidak pernah ada
b.      Pelaksanaannya relative  lebih cepat jika dibandingkan dengan cohort karena pada penelitian case control  diawali dengan penderita yang berarti penyakit yang diteliti telah timbul, sedangkan pada penelitian cohort, insidensi penyakit yang akan diteliti harus menunggu cukup lama.
c.       Sampel yang dibutuhkan untuk penelitian case control lebih kecil dari pada penelitian cohort walaupun digunakan beberapa control untuk satu kasus.
d.      Biaya penelitiannya relative lebih kecil dibandingkan dengan penelitian cohort karena sampel yang lebih sedikit dan waktu yang lebih singkat
e.       Tidak dipengaruhi oleh factor etis seperti penelitian aksperimen
f.        Data yang ada mungkin dapat dimanfaatkan terutama bila penelitian dilakukan di rumah sakit
g.       Kemungkinan untuk mengadakan penelitian terhadap beberapa factor yang diduga sebagai factor penyebab

Disamping beberapa keuntungan tersebt, terdapat pula beberapa kerugian sebagai berikut:
a.       Kesalahan pemilihan kasus yang disebabkan kesalahan dalam diagnose
b.      Kesalahan dalam pemilihan control
c.       Berpotensi timbulnya bias informasi
d.      Validitas adat yang diperoleh tidak dapat dilakukan
e.       Pengendalian terhadap factor perancu (confounding factor) sulit dilakukan dengan lengkap
f.        Perhitungan resiko relative hanya berupa erkiraan
g.       Tidak didapat dilakukan untuk penelitian evaluasi hasil penelitian

3.       Pengukuran Odd Rasio (=psi)
Pengukuran resiko relatif pada penelitian case control tidak dapat dilakukan secara langsung tetapi hanya berupa perkiraan karena pada penelitian case control tidak mengukur insidensi tetapi hanya mengukur besarnya paparan. Secara skematis dapat disajikan dalam bentuk tabel berikut

Penyakit
Pemaparan
Positif
Negative
Jumlah
Odds penyakit
Positif
A
B
m1
a/b
Negative
C
D
m2
c/d
Jumlah
n1
n2
N

Odds pemaparan a/c b/d
Odds ratio () (a/b)/(c/d) atau ad/bc
Contoh:
Suatu penelitian tentang hubungan karsinoma paru- paru dengan rokok yang dilakukan secara retrospektif dengan mengambil 100 orang penderita Ca paru- paru sebagai kasus dan 100 orang dengan penyakit lain yang tidak ada hubungannya dengan Ca paru- paru sebagai kelompok control. Kedua kelompok disamakan berdasarkan umur, jenis kelamin, dan social ekonomi
Hasilnya yang diperoleh adalah pada kelompok kasus dengan 90 orang yang merokok, sedangkan pada kelompok control terdapat 40 orang yang merokok. Hal ini dapat digambarkan secara skematis dalam bentuk tabel berikut:

Pajanan
Kasus
Control
Perokok
90
40
Bukan perokok
10
60
Jumlah
100
100

Rate pemaparan pada kelompok kasus= 90/100= 90%
Rate pemaparan pada kelompok control = 40/100= 40%
Odds ratio= (90x60)/(40x 10)= 5400/500= 10,8
Ini berarti bahwa diperkirakan resiko bagi perokok terkena karsinoma paru- paru adalah 10,8 kali lebih besar dibandingkan dengan bukan perokok.

No comments:

Post a Comment